.::Cerita Kecil di Mahad Thaybah::.
[1] Awal bulan adalah waktu bayar SPP ma’had. Terkadang ada sebagian teman yang enggan membayar kecuali kalau sudah menunggak 3 atau 4 bulan. Giliran dia ingin membayar, al-Ustadz berkomentar, “Antum itu, nunggaknya banyak sekali!”
“Berapa bulan Ustadz?”
“Tujuh ribu tujuh ratus tujuh puluh tujuh bulan!” 😀
Note: majas hiperbola.
[2] Waktu itu sedang berlangsung taklim Subuh dan biasanya durasinya hanya satu jam. Namun, pada waktu itu taklim berlangsung lama dan teman-teman ada yang harus kuliah, sehingga ada yang intruksi.
“Afwan Ustadz, hatta mataa –sampai kapan–?”
“Hatta maata?” jawab al-Ustadz.
“Na’am. Hatta mataa?”
“Hatta maata,” jawabnya sama.
“Hatta mataa?”
“Hatta maaaaata.”
Diam sejenak, setelah itu teman-teman baru paham dan spontan tertawa. Bagaimana dengan Anda? Tidak bisa tertawa? Ini kata kuncinya: bedakan hatta mataa dengan hatta maata, hatta maata artinya sampai mati. 😀
[3] Usai taklim Subuh, al-Ustadz berkata, “Ana dapat teguran dari warga katanya ikhwan Thaybah suka ngebut-ngebutan saat di jalan sekitar warga. Tapi ana yakin itu bukan antum. Tenang saja, ana bela antum tadi. Kita kan satu tim kesebelasan!” 😀
[4] Kadang ada teman Thaybah yang lesu dan lemas sehingga nampak sakit padahal tidak. Melihat itu, al-Ustadz bertanya, “Antum meriang?”
“Tidak Ustadz,” jawabnya.
“Ya. Antum meriang!”
“Tidak Ustadz. Kecapean saja.”
“Atum sedang meriang. Meriang: merindukan kasih sayang!” 😀
Dalam riwayat yang lain, “Pilek: penyakit ingin lekas kawin.” 😀
Bagi temen Thaybah yang punya kesan lucu dengan al-Ustadz yang tidak dihadiri yang lain, bisa ditambahkan di sini. Syukran wa barakallahu fikum…